Sistem
Ekonomi Islam Solusi Perekonomian Dunia
Pengertian ekonomi islam
Ekonomi islam merupakan ilmu yang mempelajari prilaku ekonomi manusia yang
prilakunya diatur berdasarkan aturan agama islam dan didasari dengan tauhid
sebagaimana dirangkum dalam rukun iman dan rukun islam.
Sistem Eokonmi Islam Merupakan Solusi Perekonomian
Dunia.
Ya begitulah yang sepatutnya kita
katakan terhadap ekonomi islam, karena perkembangan ekonomi islam telah
membuktiakan bagaimana ekonomi yang seharusnya dikelola oleh masyarakat maupun
pemerintah, diberbagai belahan dunia yang telah membuktikan dan menerapkan
sitem ekonomi syariah yang berdasarkan ajaran agama islam yaitu Al-Qur’an dan
As-sunnah. Dan sistem ekonomi syariah telah dibuktikannya oleh beberapa negera
di dunia ini seperti eropa yaitu ingris pada tahun 2000-an mengalami kemajuan
samapai saat ini karena telah menerapkan ekonomi syariah, dan begitu juga di
berbagai negara-negara dibelahan dunia ini yang telah mengalami kemajuan yang
sangat pesat dalam perekonomiannya. Dan ini menjdai sitem alternative yang
makin turunnya reputasi kapitalis di negara-negara eropa. Dan pertanyaannya
sekarang apakah kita masih menggunakan ekonomi konvensional yang benar-benar
tidak bisa memecahkan permasalahan ekonomi sampai sekarang ini? Apabila
dikaitkan dengan sistem ekonomi syariah maka perekonmian dunia masih bisa
diselamatkan dari krisis yang sekiaan kali melanda dunia ini, karena islam
adalah satu-satunya agama yang sempura yang mengatur seluruh sendi kehidupan
manusia dan alam semesta ini, oleh karena itu hanya sepatutnyalah kita
menerpakan ekonomi syariah karena ekonomi syariah menjalankan prinsip-prinsip
ajaran agama islam yaitu Al-Qur’an dan As-sunnah.
Prinsip-prinsip dasar ekonomi islam
a. Kepemilikan pribadi dan batasnya
Dalam hal ini islam tidak membagi harta kepemilikan kepada produksi dan
konsumsi atau menghasilkan atau tidak menghasilkan. Tetapi dibedakan kepada
kriteria diproleh secara halal atau haram, dan di keluarkan kepada jalur yang
halal dan haram.
b. Keadilan distribusi
Yaitu membangun suatu sistem distribusi yang adil dari pada distribusi yang
sama terhadap kekayaan.
c. Hak-hak sosial
Hak sosial kepada kekayaan individu dalam berbagai bentuk. Salah satunya yaitu,
memberikan bantuan kepada kerabatnya yang tidak bisa memenuhi kebutuhan hidup.
Tujuannya menghilangkan sifat egois dan kikir.
d. Zakat
Pungutan wajib yang ditentukan oleh islam yaitu zakat. Yaitu pungutan yang
ditarik melalui harta yang diakumulasikan perdagangan, macam-macam bisnis,
pertanian, produksi, dan ternak. Tujuannya adalah menciptakan dana untuk
membantu secara ekonomi kepada golongan Mustahiq.
e. Hukum waris
Hukum waris yang intinya untuk mendistribusikan kekayaan yang dimiliki oleh
almarhum. Barisan pertama dan pewaris adalah ibu, bapak, istri dan anak.
Selanjutnya saudara pria dan wanita. Yang ketiga kerabat dengan almarhum. Maka
harta almarhum didistribusikan menrut hukum waris islam.
f. Peranan tenaga kerja, modal dan
pengelolan
Apabila
terjadi ketidakadilan dalam transaksi, hukum tidak hanya boleh berintervensi,
tetapi mengarahkan kepada regulasi keadilan distribusi profit diantara modal,
tenaga kerja, dan pengelolaan.
g. Zakat dan kesejahteran social
Tujuan zakat dan shodakoh yaitu untuk diperuntukkan untuk kesejahteraan sosial.
h. Ekonomi bebas riba
Karena riba telah diharamkan terhadap seluruh operasi pada system
ekonomi.
i. Hubungan antara ekonomi, politik, dan
aturan sosial
Hubungan ini tidak bisa dipisahkan karena merupakan suatu system yang timbul
dari iman kapada Allah dan utusan-Nya.
Dari pemaparan diatas bahwa ekonomi
islam merupakan solusi permasalahan perekonomian dunia yang telah dibuktikan
oleh negera-negara Eropa yang sejak lama memakai system kapitalis dan sampai
saat sekarang, telah mulai menerapkan ekonomi syariah yang juga telah diakui
secara resmi oleh Bank Dunia dan menjadikannya sebagai sebuah area prioritas
dalam program sektor keuangan. Penerapan ini diutamakan oleh pemerintah
Negara-negara Eropa untuk mengatasi problema sosial di negaranya.
Penerapan Hukum Ekonomi Syariah
Dalam sejarahnya upaya
penerapan hukum syari’ah atau hukum islam di Indonesia sebenarnya sudah
dilakukan semenjak masa perjuangan kemerdekaan bangsa. Dimana kita ketahui
sendiri memang motor perjuangan kemerdekaan kita saat itu banyak didominasi
oleh pejuang-pejuang muslim yang memegang teguh prinsip-prinsip hukum syari’ah.
Perjuangan tersebut memang tidak secara frontal dilakukan, tapi lebih banyak
kepada upaya-upaya politis yang berbasis pada kelompok dan budaya. Sayangnya
kemudian upaya-upaya tersebut terbentur dengan kekuasaan politik pemerintah
Hindia-Belanda pada masa penjajahannya secara sistematis terus mengikis
pemberlakuan hukum syari’ah di tanah-tanah jajahannya. Hingga pada gilirannya
kelembagaan-kelembagaan baik yang telah ada maupun yang kemudian dibentuk baik
itu lembaga peradilan, perserikatan, dan lainnya pada masa itu mulai
meninggalkan nilai-nilai hukum syari’ah dan mulai terbiasa menerapkan aturan
hukum yang dibentuk pemerintah Hindia-Belanda yang saat itu disebut Burgerlijk
Wetbook yang tentunya jauh dari nilai-nilai syari’ah. Sehingga jelas saja
kagiatan-kegiatan atau perkara-perkara peradilan yang bersinggungan dengan
syari’ah saat itu belum memiliki pedoman yang sesuai dengan nurani masyarakat
muslim kebanyakan.
Disadari atau tidak
kondisi tersebut diatas tetap bergulir hingga kurun waktu dewasa ini. Dalam
prakteknya di lapangan, terlebih pada lembaga peradilan kita, sebelum adanya
amandemen UU No 7 tahun 1989, penegakkan hukum yang berkaitan dengan urusan
perniagaan ataupun kontrak bisnis di lembaga-lembaga keungan syari’ah kita
masih mengacu pada ketentuan KUH Perdata yang ternyata merupakan hasil
terjemahan dari Burgerlijk Wetbook peninggalan jajahan Hindia-Belanda yang
keberlakuannya sudah dikorkordansi sejak tahun 1854.. Sehingga konsep perikatan
dalam hukum-hukum syari’ah tidak lagi berfungsi dalam praktek legal-formal
hukum di masyarakat.
Menyadari akan hal
tersebut, tentunya kita sebagai muslim patut mempertanyakan kembali sejauh mana
penerapan hukum syari’ah dalam setiap aktivitas kehidupan kita, terlebih pada
hal-hal yang terkait dengan aktivitas-aktivitas yang bernafaskan ekonomi
syari’ah yang telah jelas disebutkan bahwa regulasi-regulasi formil yang
menaungi hukumnya masih mengakar pada penerapan KUH Perdata yang belum dapat dianggap
syari’ah karena masih bersumber pada Burgerlijk Wetbook hasil peninggalan
penjajahan Hindia-Belanda.
Sejalan dengan
perkembangan pesat sistem ekonomi syari’ah dewasa ini berbagai upaya-upaya
sistematis dilakukan oleh pejuang-pejuang ekonomi syari’ah pada level atas
untuk kemudian memuluskan penerapan hukum ekonomi syari’ah secara formal pada
tatanan payung hukum yang lebih diakui pada tingkat nasional. Tentunya
upaya-upaya ini tidak lepas dari aspek politik hukum di Indonesia. Proses
legislasi hukum ekonomi syari’ah pun sudah sejak lama dilakukan dan relatif
belum menemui hambatan yang secara signifikan mempengaruhi proses
perjalanannya. Hanya saja kemudian upaya-upaya ini baru sampai pada tahap
perumusan Undang Undang yang mengatur aspek-aspek ekonomi syari’ah secara
terpisah, belum kepada pembentukkan instrument hukum yang lebih nyata layaknya
KUH Pidana maupun KUH Perdata yang lebih kuat.
Penerapan Ekonomi Syariah
Perkembangan sistem
finansial syariah yang pesat boleh jadi mendapat tambahan dorongan sebagai
alternatif atas kapitalisme, dengan berlangsungnya krisis perbankan dan
kehancuran pasar kredit saat ini, demikian menurut pendapat para akademisi
Islam dan ulama. Dengan nilai 300 miliar dolar dan pertumbuhan sebesar 15
persen per tahun, sistem ekonomi Islam itu melarang penarikan atau pemberian
bunga yang disebut riba. Sebagai gantinya, sistem finansial syariah menerapkan
pembagian keuntungan dan pemilikan bersama.
Kehancuran ekonomi
global memperlihatkan perlunya dilakukan perombakan radikal dan struktural
dalam sistem finansial global. Sistem yang didasarkan pada prinsip Islam
menawarkan alternatif yang dapat mengurangi berbagai risiko. Bank-bank Islam
tak membeli kredit, tetapi mengelola aset nyata yang memberikan perlindungan
dari berbagai kesulitan yang kini dialami bank-bank Eropa dan AS.
Dalam kehidupan
ekonomi Islam, setiap transaksi perdagangan harus dijauhkan dari unsur-unsur
spekulatif, riba, gharar, majhul, dharar, mengandung penipuan, dan yang
sejenisnya. Unsur-unsur tersebut diatas, sebagian besarnya tergolong
aktifitas-aktifitas non real. Sebagian lainnya mengandung ketidakjelasan
pemilikan. Sisanya mengandung kemungkinan munculnya perselisihan. Islam telah
meletakkan transaksi antar dua pihak sebagai sesuatu yang menguntungkan keduanya;
memperoleh manfaat yang real dengan memberikan kompensasi yang juga bersifat
real. Transaksinya bersifat jelas, transparan, dan bermanfaat. Karena itu,
dalam transaksi perdagangan dan keuangan, apapun bentuknya, aspek-aspek non
real dicela dan dicampakkan. Sedangkan sektor real memperoleh dorongan,
perlindungan, dan pujian. Hal itu tampak dalam instrumen- instumen ekonomi
berikut:
1. Islam
telah menjadikan standar mata uang berbasis pada sistem dua logam, yaitu emas
dan perak. Sejak masa pemerintahan Khalifah Abdul Malik ibn Marwan, mata uang
Islam telah dicetak dan diterbitkan (tahun 77 H). Artinya, nilai nominal yang
tercantum pada mata uang benar-benar dijamin secara real dengan zat uang
tersebut.
2. Islam
telah mengharamkan aktifitas riba, apapun jenisnya; melaknat/mencela para
pelakunya. Allah SWT berfirman: “Hai orang-orang yang beriman bertakwalah
kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kalian
orang-orang yang beriman” QS Al Baqarah 278. Berdasarkan hal ini, transaksi
riba yang tampak dalam sistem keuangan dan perbankan konvensional (dengan
adanya bunga bank), seluruhnya diharamkan secara pasti; termasuk
transaksi-transaksi derivative yang biasa terjadi di pasar-pasar uang maupun
pasar-pasar bursa. Penggelembungan harga saham maupun uang adalah tindakan
riba.
3. Transaksi
spekulatif, kotor, dan menjijikkan, nyata-nyata diharamkan oleh Allah SWT, sebagaimana
firmanNya: “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minum khamr, berjudi,
(berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah
perbuatan keji termasuk perbuatan syaithan” (QS Al maidah 90).
4. Transaksi
perdagangan maupun keuangan yang mengandung dharar/bahaya (kemadaratan), baik
bagi individu maupun bagi masyarakat, harus dihentikan dan dibuang jauh-jauh.
5. Islam
melarangAl- Ghasy, yaitu transaksi yang mengandung penipuan, pengkhianatan,
rekayasa, dan manipulasi.
6. Islam
melarang transaksi perdagangan maupun keuangan yang belum memenuhi
syarat-syarat keuangan yang belum sempurnanya kepemilikan seperti yang biasa
dilakukan dalam future trading.
Seluruh jenis
transaksi yang dilarang oleh Allah SWT dan Rasul-Nya ini tergolong ke dalam
transaksi-transaksi non real atau dzalim yang dapat mengakibatkan dharar/bahaya
bagi masyarakat dan negara, memunculkan high cost dalam ekonomi, serta bermuara
pada bencana dan kesengasaraan pada umat manusia. Sifat-sifat tersebut melekat
dalam sistem ekonomi kapitalis dengan berbagai jenis transaksinya. Konsekuensi
bagi negara dan masyarakat yang menganut atau tunduk dan membebek pada sistem
ekonomi kapitalis yang dipaksakan oleh negara-negara Barat adalah kehancuran
ekonomi dan kesengsaraan hidup.
KESIMPULAN
Krisis ekonomi global
kini mulai mengancam banyak negara di duniaPenerapan ekonomi syariah ini tidak
hanya di terapkan di negara-negara yang mayoritas penduduknya memeluk agama
islam saja. Tetapi penerapan ekonomi syariah ini juga sudah mulai di lirik oleh
beberapa negara yang mayoritas penduduknya adalan non-muslim. Sebenarnya mereka
lebih mengutamakan manfaat dari penggunaan sistem ekonomi syariahnya dari pada
agamanya.
Kelebihan yang dapat di
ambil dari sistem ekonomi syariah yaitu sistem ini dapat menumbuhkan rasa
kekeluargaan, kebersamaan, menghapus kemiskinan, mendapatkan keadilan, tidak
menguntungkan seseorang, transparan dan dapat memberikan manfaat dan
kesejahteraan bagi masyarakat baik muslim maupun non-muslim. Hanya
saja kekurangan dari ekonomi syariah yang ada di Indonesia adalah belum adanya
payung hukum untuk perlindungannya. Seperti yang kita ketahui, jenis transaksi
yang dilarang oleh Allah SWT dan Rasul-Nya ini tergolong ke dalam
transaksi-transaksi non real atau dzalim yang dapat mengakibatkan dharar/bahaya
bagi masyarakat dan negara, memunculkan high cost dalam ekonomi, serta bermuara
pada bencana dan kesengasaraan pada umat manusia. Sifat-sifat tersebut melekat
dalam sistem ekonomi kapitalis dengan berbagai jenis transaksinya. Konsekuensi
bagi negara dan masyarakat yang menganut atau tunduk dan membebek pada sistem
ekonomi kapitalis yang dipaksakan oleh negara-negara Barat adalah kehancuran
ekonomi dan kesengsaraan hidup. Oleh karena itu, pemerintah harus
mempertimbangkan lagi keinginan masyarakat tentang penerapan ekonomi syariah
pada perekonomian Indonesia ini.
Konsep ekonomi syariah
selalu mengedepankan kejujuran, transparasi dan keadilan yang membuat sistem
ini tumbuh pesat. Perekonomian dengan menggunakan sistem ekonomi syariah
ini masih di pandang sebelah mata di Indonesia, sesungguhnya sistem ini bisa
menjadikan satu alternatif untuk keluar dari masalah krisis global.